21 Desember 2008

ANARKISME, Budaya kita kah?

Tentu tidak asing istilah tersebut di telinga kita. Ya, anarkisme, suatu paham yang berkaitan dengan kekerasan. Sudah menjadi hal yang lumrah di negara kita, bahkan menjadi menu sehari-hari di berbagai media cetak maupun media elektronik. Begitu banyak media mengulas dan meng-ekspose hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan. Sehingga tidak sedikit orang (baik dalam / luar) mengetahui hal ini. Mulai dari ulah suporter, demo yang berujung rusuh, sampai dengan tawuran antar pelajar/mahasiswa.

Saya mengangkat topik ini, karena prihatin atas maraknya tindakan anarkis yang dilakukan oleh saudara kita. Selain itu, pada tgl 20 Desember, saya pernah melihat tayangan yang disiarkan oleh televisi swasta yang mana tayangan tersebut dapat membuat kita 'mengelus dada', tayangan sebuah investigasi terhadap kehidupan sekelompok genk anak remaja yang masih duduk si bangku SMP. Sungguh ironis sekali, suatu tempat akedemi yang bertujuan untuk menciptakan manusia yang bermartabat, dijadikan sebagai tempat melahirkan bibit-bibit anarkisme (mungkin lebih tepatnya disebut ajang pencarian preman berbakat). Dalam investigasi tersebut di jelaskan secara runut dan gamblang tentang anarkisme tersebut. Mulai dari perekrutan anggota baru (yang biasanya memakai tradisi balas dendam),rencana tawuran(ada juga yang menjadikannya sebagai ajang taruhan), bahkan sampai dengan pewarisan generasi genk. Hal ini tidak hanya terjadi di sekolah non-unggulan tapi juga sekolah unggulan di ibu kota (mungkin bisa terjadi juga di daerah lain). Dalam tayangan tersebut juga menampilkan aksi kekerasan yang sangat2 tidak layak untuk ditiru. Mereka seakan-akan menjadi 'boneka hidup', di mana akal tidak lagi bekerja karena dikalahan oleh ego,nafsu, dan sifat 'kekeluargaan' yang sangat terikat.

Mata rantai dari genk ini ternyata sudah turun-temurun. Bahkan awal mula genk yang ada di ibu kota bermula pada era 90-an. Kehidupan genk tersebut bertahan selama masih ada penyerahan dari generasi lama ke generasi baru. Tidak hanya dalam penyerahan jabatan, tetapi juga dalam pewarisan alat untuk perang seperti samurai, clurit, klewan, rotan, dsb. Sungguh, mata rantai yang sulit untuk di putus apabila tidak ada kesadaran pada pihak2 terkait. Meski banyak korban dalam aksi ini, toh tetap saja para genk2 ini tetap eksis. Siapa kuat dialah pemenangnya, hanya sebatas gengsi dan cari sensasi yang membuat mereka bertahan.

Mungkin di sini peran keluarga (khususnya orang tua) maupun pihak sekolah sangat berperan penting untuk dapat meminimalisir tindakan anarki tsb. Mengingat lingkungan pada zaman ini sudah sangat bebas dan sulit untuk di kontrol sehingga cepat atau lambat dapat menghilangkan norma2 yang berlaku di dalam masyarakat.

Untuk dapat memutus mata rantai ini (setidaknya mengurangi) adalah berawal dari kita sendiri, tanyakanlah pada hati kecil kita, "Apa manfaat yg diperoleh dari aksi ini?","Lebih banyak mengandung manfaat-kah?atau kejelekannya-kah?"..Di sini saya tidak nermaksud untuk menggurui atau sok2-an, tapi apa yang saya tuangkan dalam tulisan ini adalah bentuk dari rasa prihatin atas maraknya aksi anarki yang terjadi pada generasi kita(Mudah2an tidak terjadi pd generasi anak cucu kita,insya Allah)..Apalagi negara kita secara geografis berada di bagian timur, yang artinya kita harus menjunjung tinggi adat ke timur-an yang dikenal sebagai adat yang santun agar tetap terjaga..

Dengan maraknya berbagai aksi anarki di berbagai daerah..Akankah menjadi budaya kita??? Hanya waktu yang bisa menjawabnya...


Nb. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh...
Satukan tali persatuan di antara kita...
Kita masih saudara prend....OK!...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sisipkanlah komentar temen-temen walaupun satu kata,
karena setiap komentar temen-temen sangat berarti bagi blog ini.

[home]